Asuransi Syariah

0 komentar


Definisi Syariah

Secara etimologi [bahasa] syariah bermakna jalan yang lurus. Sedangkan secara terminologi [definisi], syariah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan pencipta [Allah SWT], serta hubungan antara manusia dengan manusia.
Syariah mencakup seluruh aktivitas yang dilakukan oleh seorang muslim dengan aturan-aturan halan dan haram, serta perilaku baik dan buruk. Panduan dalam pengalaman syariah mengacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW.

Perintah untuk menjalankan syariah tertuang dalam Al-Qur’an Surat Al-Jaasiyah [45] Ayat 18:
“Kemudian Kami jadikan kamu [ya Muhammad] berada di atas suatu syariat [peraturan] dari urusan [agama], maka ikutilah syariat itu dan jangan kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak berilmu.”
Syariah dan Fiqih
Sumber dari syariah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Para ulama kemudian menafsirkan syariah yang bersumber dari Al-Qur’an tersebut ke dalam suatu Fiqih. Secara bahasa, fiqih bermakna mengetahui dan memahami. Sedang menurut istilah, fiqih berarti ilmu yang menerangkan segala hukum syariah yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang ditafsirkan melalui penelitian yang mendalam.
Fiqih dibagi menjadi 2:
  • Ibadah, yakni fiqih tentang penafsiran yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah SWT, dan segala sesuatunya telah diatur oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, di mana segala sesuatu awalnya tidak diperbolehkan kecuali sudah ada perintah dan ketentuannya. Misalnya sholat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, dll.
  • Muamalah, yakni fiqih tentang penafsiran yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia, di mana segala sesuatu awalnya boleh dilakukan kecuali bila telah ada larangannya. Contoh: Allah SWT membolehkan manusia untuk melakukan perdagangan tetapi melarang manusia untuk melakukan Riba’ atau membungakan uang.
Dan Asuransi Syariah termasuk dalam kategori yang berkaitan dengan ketentuan muamalah.
Asuransi dalam Islam
Islam memandang asuransi sebagai suatu perbuatan yang mulia karena pada dasarnya Islam senantiasa mengajarkan umatnya untuk mempersiapkan segala sesuatu secara maksimal, terutama selagi manusia tersebut mampu dan memiliki sumber daya untuk melakukannya. Hal ini sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Muslim:
“Pergunakanlah 5 perkara sebelum datangnya 5 perkara: muda sebelum tua, sehat sebelum sakit, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit dan hidup sebelum mati.”
Allah SWT dalam Al-Qur’an juga memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk senantiasa mempersiapkan diri dalam menghadapi hari esok. Hal ini dapat diwujudkan dalam bentuk menabung atau berasuransi.
Menabung adalah setiap upaya mengumpulkan sejumlah dana yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan mendesak atau pun kebutuhan yang lebih besar di kemudian hari. Sedangkan berasuransi adalah mempersiapkan diri atau pun keluarga jika terjadisuatu musibah seperti kecelakaan, penyakit kritis, cacat, meninggal, dll, atau untuk menyiapkan diri jika suatu ketika pencari nafkah atau tulang punggung keluarga pada usia tertentu sudah tidak produktif lagi, atau mungkin ditakdirkan meninggal dunia.
Namun demikian, dalam asuransi tradisional atau konvensional yang ditemui di pasar masih terdapat 3 unsur yang TIDAK sesuai dengan prinsip Syariah Islam, yakni:
1. Gharar
Yaitu situasi di mana terdapat informasi yang tidak jelas, sehingga terjadi ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Gharar dilarang karena pihak-pihak yang mengikat kontrak tidak mengerti ketentuan/konsukuensi dari kontrak tersebut, sehingga dapat menempatkan mereka pada posisi tawar menawar yang tidak seimbang, serta berakibat mereka tidak bisa membuat keputusan dengan jelas.
Contoh Gharar yang terdapat dalam asuransi misalnya bila perusahaan menyatakan akan membayar klaim maksimal 20 hari sejak adanya kesepakatan jumlah klaim yang dibayar. 20 hari di sini tidak jelas. Apakah 20 hari kerja [tidak menghitung hari Sabtu, Minggu dan hari libur] atau 20 hari kalender?
2. Riba’
Yaitu keuntungan atau kelebihan pada pengembalian yang berbeda dari nilai aslinya. Kelebihannya biasanya ditentukan pada saat pinjaman dilakukan. Riba’ karena transaksi utang piutang disebut Riba’ al duyun, sedangkan riba’ karena transaksi penjualan disebut Riba’ al buyu.
Dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah [2] ayat 275, dinyatakan:
“…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba’…”
Contoh riba’ yang terdapat dalam asuransi:
  • Investasi terhadap premi yang diterima ke dalam aktivitas investasi yang berbasis riba’ seperti deposito bank konvensional.
  • Automatic Premium Loan/APL [Pinjaman Premi Otomatis] dengan bunga.
  • Pinjaman Polis dengan bunga.
3. Maysir
Yakni perjudian atau permainan untung-untungan. Dilarang sesuai dengan Al-Qur’an Surat Al Maa-idah [5] ayat 90:
“Wahai orang-orang yang beriman. Sesungguhnya arak, judi, berhala dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, maka hendaklah kamu jauhi, agar kamu mendapat keuntungan.”
Contoh Maysir dalam asuransi bila perusahaan asuransi mengadakan undian sebagai hadiah pada aktivitas promosi, maka biayanya tidak boleh dibebankan sebagai harga pokok penjualan kepada semua orang, tetapi harus murni uang yang dikeluarkan untuk biaya promosi, tidak boleh mengakibatkan manfaat dari premi asuransi lain yang tidak mendapat undian menjadi berkurang.
ASURANSI SYARIAH
Sejarah Asuransi Syariah
Awal terbentuknya sejak tahun 1979 ketika sebuah perusahaan asuransi jiwa di Sudan, yaitu Sudanese Islamic Insurance pertama kali memperkenalkan asuransi syariah. Kemudian di tahun yang sama sebuah perusahaanasuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga memperkenalkan asuransi syariah di wilayah Arab.
Tahun 1981, Dar Al-Maal Al-Islami, sebuah perusahaan asuransi jiwa asal Swiss, memperkenalkan asuransi syariahdi Jenewa. Diiringi oleh penerbitan asuransi syariah kedua di Eropa yang diperkenalkan oleh Islamic Takafol Company [ITC] di Luksemburg pada tahun 1983.
Di Asia sendiri, asuransi syariah pertama kali dikenalkan di Malaysia pada tahun 1985 melalui sebuah perusahaanasuransi jiwa bernama Takaful Malaysia.
Pengertian Asuransi Syariah
Berdasarkan Dewan Syariah Nasional [DNS] dan Majelis Ulama Indonesia [MUI]Asuransi Syariah adalah sebuah lembaga usaha yang saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Dalam hal ini peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi/premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Jadi, jika dalam asuransi konvensional terjaditransfer of risk [memindahkan risiko] dari peserta ke perusahaan, dalam asuransi syariah mekanisme pertanggungannya adalah sharing of risk atau saling menanggung risiko; di mana perusahaan HANYA sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan menginvestasikan dana dari kontribusi peserta, BUKAN sebagai penanggung.
Tabarru’
Adalah sumbangan atau derma [dalam definisi Islam adalah Hibah]. Tabarru’ ini diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi syariah jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransilainnya.
Unsur Gharrar [ketidakjelasan] dan Maysir [untung-untungan] tidak ada dalam asuransi syariah hilang karena:
  1. Posisi peserta sebagai pemilik dana menjadi lebih dominan dibandingkan dengan posisi perusahaan yang hanya sebagai pengelola dana peserta saja.
  2. Peserta akan memperoleh pembagian keuntungan dari dana tabarru’ yang terkumpul.
Beda dengan asuransi non-syariah di mana pemegang polis tidak tahu pasti berapa besar jumlah premi yang terkumpul, apakah lebih besar atau lebih kecil dari jumlah klaim, karena perusahaan sebagai penanggung bebas menggunakan dan menginvestasikan dananya ke mana saja.
Azas dan Prinsip Asuransi Syariah
Asuransi syariah berazaskan Azas Jaminan Bersama, dan memiliki prinsip Tanggung Jawab Bersama, Saling Membantu dan Bekerjasama, serta Perlindungan Bersama.
Kontrak dalam Islam
  1. Wa’ad yaitu perjanjian antara satu pihak kepada pihak lain. Pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban kepeda pemberi janji, dan bila terjadi pengingkaran terhadap janji tersebut, pemberi janji tidak dikenakan sanksi selain sanksi moral.
  2. Akad merupakan kontrak atau perjanjian yang dibuat 2 belah pihak yang saling mengikat di antara keduanya untuk bersepakat tentang suatu hal. Syarat dan ketentuan harus dijelaskan secara terperinci oleh kedua pihak. Jika ada pelanggaran kontrak, maka pihak yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak tersebut. Akad inilah yang nantinya banyak digunakan dalamasuransi syariah.
    • Akad Tabarru’ yaitu semua bentuk kontrak/akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, dan bukan semata untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam asuransi syariah, akad ini terdapat pada dana tabarru’di mana dana ini bersifat saling menguntungkan kedua pihak dan TIDAK digunakan untuk transaksi-transaksi yang bersifat komersial.Contoh: transaksi pinjam meminjam, pendelegasian, dan pemberian sesuatu.
  • Akad Tijarah yaitu akad yang bertujuan komersial. Akad ini digunakan oleh peserta asuransi syariah dengan pihak perusahaan asuransi. Skema Akad Tijarah terbagi menjadi 2, yakni: Kontrak yang Pasti [KP] dan Kontrak yang Tidak Pasti [KTP]. Bila telah ditentukan secara pasti [misal profit], tidak bisa diubah menjadi KTP. Hal ini mengandung unsur Gharar atau ketidakpastian. Sebaliknya, jika tidak disebutkan secara pasti [misal profit] maka tidak boleh diubah menjadi KP, karena hal ini mengandung unsur Riba’. Kedua unsur ini dilarang dalam konsep syariah.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : R2-STORE | Aidah-Prusyariah | Mas Template
Copyright © 2011. PRUDENTIAL SYARIAH - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger